Non fungible token atau NFT adalah sebuah karya digital yang dibuat oleh seseorang dalam bentuk dua dimensi, tiga dimensi bisa berupa foto maupun video. NFT dianggap sebagai teknologi yang berbasis blockchain, yang memungkinkan benda digital dapat bernilai secara komersial. Ketika berbicara tentang NFT beberapa dari kita pasti teringat akan gambar Ghozali, gambar punk, atau bahkan gambar monyet dengan ekspresi bosan yang beberapa bulan lalu sempat menjadi pembicaraan. Betapa gambar seseorang bernama Ghozali, dari Semarang ini kemudian menjadi berharga mahal ketika dijual dan ditawarkan melalui aplikasi jual beli NFT bernama Opensea. Foto yang berjumlah 933 buah ini konon dijual dengan harga 14,3 juta rupiah per Januari lalu. Apa yang terjadi pada Ghozali ini sebenarnya adalah riak kecil dari fenomena yang sedang berlangsung di dunia perihal perkembangan teknologi blockchain.
Blockchain sendiri adalah system yang berfungsi untuk menyimpan data digital. Teknologi penyimpanan data bersifat tidak bisa diubah, kekal tidak dapat dihapus, aman, dan sifatnya terdesentralisasi. Ada tiga macam blockchain yaitu blockchain privat, dimiliki dan hanya dapat diakses satu pihak, blockchain konsorsium dimiliki dan diakses beberapa pihak, dan blockchain public yang semua orang dapat mengakses. Awalnya teknologi blockchain digunakan di sector keuangan, karenanya dunia crypto kurensi sangat berkaitan dengan aplikasi teknologi ini. Seiring dengan perkembangan waktu sekarang teknologi blockhain karena sifatnya yang transparan, aman, dan lintas negara maka teknologi ini diaplikasikan pada banyak sector termasuk digitalisasi karya seni atau artefak sejarah. Ketika pandemic melanda, setiap orang dipaksa keadaan untuk akrab dengan data dan dokumen digital. Termasuk dunia permuseuman ketika kontak antar insan tidak dapat berlangsung secara langsung maka komunikasi berlangsung secara virtual. Museum juga berupaya tetap melayani masyarakat di tengah situasi pembatasan mobilitas manusia. Pemanduan museum secara langsung dilaksanakan dengan metode streaming jarak jauh dengan berbagai aplikasi teleconference yang juga mulai berkembang pesat pada masa ini. Pengunjung museum juga tetap dapat menikmati display museum dengan berbagai koleksi di dalamnya dengan melalui metode virtual tour museum. Metode berkunjung museum ini berlangsung secara interaktif dan dengan begitu pengunjung dapat secara aktif menjelajah seluruh ruang spasial di penjuru museum. Ide untuk menyajikan koleksi museum secara virtual online ini sebenarnya adalah bagian dari konsep virtual museum. Virtual museum atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi museum virtual ini mensyaratkan dilakukan digitalisasi koleksi. Tidak hanya obyek koleksi yang dilakukan perekaman namun bangunan serta lingkungan museum diupayakan untuk dibangun dalam suatu dunia virtual. Berbicara tentang dunia virtual ini kemudian mau tidak mau kita harus membahas juga tentang istilah metaverse. Konsep metaverse ini adalah ide yang mengandaikan sebagai jaringan luas dari dunia virtual tiga dimensi yang bekerja secara real time dan persisten serta mendukung kesinambungan identitas, objek, sejarah, pembayaran, dan hak yang mana dunia itu dialami secara serempak oleh jumlah pengguna yang tidak terbatas. Atau pengertian yang lain menyebutkan metaverse adalah seperangkat ruang virtual yang anda dapat ciptakan dan jelajahi dengan orang lain yang tidak berada di ruang fisik yang sama dengan anda. Beberapa film dan game memberikan ilustrasi tentang bagaimana dunia virtual ini menjanjikan sebuah dunia lain sebagai alternative eksistensi, sebagaimana berkunjung ke museum namun dengan pengalaman lain yang lebih menarik.
Kemudian bagaimana cara pendayagunaan museum dan koleksi dalam menyongsong era metaverse ini. Keputusan untuk turut berpartisipasi dalam dunia virtual ini harus dipertimbangkan dengan segala persiapan yang matang. Keamanan terhadap museum dan benda koleksinya harus menjadi pertimbangan alih-alih potensi keuntungan yang didapatkan sebagai pemain awal. Metaverse adalah “planet baru” yang merupakan copi dari dunia riil dengan kemungkinan eksplorasi pengalaman yang lebih banyak dalam bentuk digital. Selayaknya sebuah dunia fisik, dunia virtual ini dibayangkan akan dikunjungi dan dihuni oleh masyarakat dunia. Tanah-tanah di dunia metaverse akan dimiliki dan dijual belikan untuk dijadikan gedung tempat mendisplay aneka macam usaha dan dunia entertainment. Tidak jauh berbeda dengan dunia nyata, metaverse akan dijadikan dunia kedua yang mana artefak, properti, dan produk-produk komersial akan digitalisasi dan dimaasukkan ke dalamnya. Koleksi dapat digitalisasi untuk kemudian dipatenkan menjadi NFT. Koleksi museum dalam bentuk NFT ini selanjutnya akan menjadi objek virtual yang aman dan tidak dapat disalahgunakan karena terlindungi oleh teknologi blockchain.
Setiap berkunjung ke museum seringkali dijumpai larangan untuk memfoto atau memvideokan museum beserta koleksi di dalamnya. Diantaranya kita hanya mengetahui larangan untuk mendokumentasikan koleksi ini karena alasan keamanan. Pengelola berupaya untuk menghindarkan diri dari upaya pencurian dan tindak kejahatan lain yang berakibat hilangnya sebuah koleksi. Potensi sekecil apapun yang memunculkan kemungkinan hilangnya koleksi harus dihindari termasuk beberapa orang yang tidak bertanggung jawab ketika berupaya memfoto koleksi atau situasi museum. Konsep pengamanan koleksi dengan berkembangnya teknologi blockchain harus juga dibarengi dengan kewaspadaan pengelola museum. Hasil dokumentasi dan digitalisasi koleksi kemungkinan dapat juga disalahgunakan. Sebuah koleksi yang didokumentasi tanpa adanya perjanjian atau MoU yang jelas antara pengelola dan pihak ketiga misalnya akan menyebabkan kerugian pada museum. Hasil dokumentasi terhadap koleksi museum misalnya dapat didaftarkan menjadi karya digital dan dipatenkan oleh pihak luar menjadi miliknya. Jika didaftarkan menjadi token digital seperti NFT koleksi museum tidak dapat dihapus atau diperkarakan karena sifat dari NFT ini adalah tidak dapat dirubah dan kekal karena metode penyimpanan blockchain.
Para pengembang dunia virtual seperti facebook misalnya telah memulai merambah dunia ini termasuk menginvestasikan dana 140 Trilyun untuk mulai membangun dunia kedua ini. Para Fund Venture yang mengetahui potensi besar berinventasi di dunia ini mengambil start sedari awal. Seperti halnya usaha NFT dan juga crypto kurensi akan mendatangkan keuntungan bagi para pemain dengan perhitungan dan kebijakan memutuskan kapan waktu yang tepat memulai merambah dunia baru ini. Apakah sudah waktunya museum dan koleksinya bermigrasi ke dunia baru ini, tentu pertanyaan ini menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. (MDS)
KEPUSTAKAAN
https://urbandigital.id/nft-termahal-sepanjang-masa/ https://news.tokocrypto.com/2022/03/30/harga-bored-ape-monkey-nft/