Ihwal Pewarisan Pengetahuan dan Pengalaman Pengelolaan Koleksi dan Regenerasi Pengelola Museum

Masalah regenerasi dalam sebuah lembaga penting untuk dikaji sekaligus difikirkan. Regenerasi dalam hal ini adalah penggantian pegawai dalam rangka meneruskan roda organisasi. Tidak hanya berkaitan dengan masalah sumberdaya  manusia yang makin berkurang, masalah yang lebih fundamental dari regenerasi adalah bagaimana proses transfer pengetahuan, skill, dan pengalaman ini dapat berlangsung secara alamiah dan lancar. Berdasarkan penelitian diketahui ketika terdapat pegawai yang pensiun terdapat sekitar 65% aset pengetahuan lembaga yang hilang dibawa pulang bersama seseorang tersebut.

Saat ini kita menyaksikan regenerasi pegawai ASN bisa dikatakan kurang berlangsung secara lancar. Masalah regenerasi ini selalu menjadi topik pembicaraan diantara topik lain seperti masalah birokrasi yang kurang efektif, adanya rekrutmen pegawai yang tersendat, pola karier, hingga masalah penyerapan tenaga kontrak ke dalam formasi PPPK. Dalam kaitannya dengan regenerasi pegawai pemerintah, meski sempat diberlakukan moratorium penerimaan pegawai namun beberapa tahun terakhir rekrutmen ini dapat dilakukan kembali secara regular. Tenaga ASN yang baru dengan kualifikasi dan seleksi yang ketat menjanjikan kinerja individu ke depan yang sangat diharapkan dapat mendorong performa lembaga pemerintah. Namun pertanyaannya kemudian, akankah input yang baik ini langsung bisa menerima estafet kerja yang diharapkan lembaga dan masyarakat. Secara basic seleksi ASN dengan metode komputasi CAT memberikan jaminan akuntabilitas dan metode yang dapat dipertanggung jawabkan namun untuk selanjutnya mereka ini perlu juga dibekali dengan pengalaman dan pendampingan. Para ASN yang lebih dahulu atau bisa dikatakan lebih senior dapat menjadi mentor tidak hanya dalam hal membangun budaya kerja lembaga namun juga ketrampilan dan pengalaman berkaitan dengan tata kelola lembaga. Di museum misalnya terdapat aktifitas kuratorial, konservasi, dan preparasi yang membutuhkan jam terbang dan pengalaman pegawai dalam aplikasinya. Ironisnya ketika terdapat pegawai yang pensiun atau pindah posisi, baru disadari kemudian ternyata tidak ada tenaga lain yang dianggap bisa melanjutkan fungsi lembaga. Dengan kata lain pengampu jabatan tertentu dalam tusi lembaga menjadi nihil atau kurang kompetensi. Kondisi ini jika diakui secara jujur sebenarnya menggambarkan kondisi lembaga yang sedang mengalami kepincangan. Sistem yang pincang mengakibatkan kinerja lembaga yang kurang maksimal. Evaluasi kepegawaian dengan demikian mendesak untuk dilakukan termasuk mencari tahu akar permasalahan yang sebenarnya dari fenomena mandeknya regenerasi ini. Sering terjadi dalam praktek pengelolaan koleksi terjadi kegamangan dalam menentukan konsep dan perlakuan koleksi. Jika kembali kepada pembicaraan tentang regenerasi di atas, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi proses pengkaderan dengan baik. Termasuk proses transfer ilmu dalam hal ini dapat dikatakan tidak berlangsung dengan lancar. Padahal syarat berlangsungnya regenerasi dalam lembaga diharapkan berlangsung alih pengetahuan dan pengalaman yang diharapkan bisa menjaga sustainabilitas lembaga. Dalam merencanakan suksesi kepegawaian harus dirancang pola pengkaderan yang terencana seperti halnya di perusahaan swasta. Seseorang yang akan memasuki masa pensiun akan disiapkan calon pengganti dan selanjutnya ada masa setelah pensiun untuk beberapa tahun yang bersangkutan akan diposisikan sebagai tenaga ahli pendamping dengan gaji sekian persen dari gaji normal ketika aktif bekerja. Disamping sebagai bentuk penghargaan kontribusi pegawai dalam memberikan loyalitasnya, menggaji mantan pegawai dalam rentang waktu pascapensiun ini adalah dalam rangka transfer ilmu pengetahuan, pengalaman, dan bahkan rahasia perusahaan. Metode ini tentu akan susah diadopsi dalam dunia organisasi pemerintah. Namun dari contoh ini dapat dilakukan modifikasi dalam menyusun strategi alih pengetahuan dan pengalaman.

Pada masa sekarang ketika muncul media untuk saling berbagi informasi ada geliat beberapa orang untuk menyebarkan pengetahuan dan pengalaman. Platform media yang murah seperti youtube dan spotify misalnya menjadi media yang menyediakan metode wawancara sekaligus publikasi hasil karya dan dokumentasi pengalaman dan peristiwa. Ilmuwan konten kreator seperti Pak Ismail Luthfi dan Pak Andi Said misalnya, dua sosok ilmuwan dan arkeolog yang sangat getol berbagi informasi tentang progres penelitian dan publikasi dunia arkeologi dan epigrafi. Pengalaman mereka berdua selama puluhan tahun dalam dunia penelitian dan pengajaran cagar budaya dibagikan kepada khalayak dalam channel youtube pribadi maupun BPCB Jatim. Bagi khalayak luas dua orang ini dianggap sebagai sosok yang tidak pelit ilmu dan memiliki semangat menyebarkan ilmu kepada orang lain. Setiap orang dengan berbagai latar belakang budaya dengan demikian dapat belajar tentang pelestarian cagar budaya dengan mudah. Fenomena dua orang praktisi dan Begawan ini dapat dikatakan menjadi sebuah secercah harapan bagi upaya penyebaran literasi tentang cagar budaya. Apa yang dilakukan sungguh amat berharga ditengah langkanya upaya yang berusaha untuk mempublikasikan seluk beluk perkembangan penelitian arkeologi dan cagar budaya di Jawa Timur. Sebelumnya publikasi cagar budaya dilakukan oleh para komunitas pecinta sejarah dan budaya yang tak jarang berlangsung secara kurang bertanggung jawab. Informasi disebarkan dengan tanpa melalui telaah dan kajian yang benar serta tak jarang berkesan tendensius. Hadirnya para pakar dan praktisi senior di tengah saling sengkarutnya informasi penemuan cagar budaya menjadi hakim sekaligus mediator yang dibutuhkan kewibawaannya. Tidak terbatas di sini para ahli ini sering bahkan turun ke bawah memberikan edukasi langsung, misalnya mengajarkan cara pembacaan prasasti atau membagi informasi tentang teknologi dalam menafsirkan sebuah cagar budaya. Di bidang kajian filologi juga demikian terdapat geliat literasi yang digagas oleh beberapa tokoh terkemuka di Indonesia seperti di Jawa Barat kita mengenal sosok Kang Oman Fathurahman dalam forum Ngariksa (Ngaji manuskrip kuno Nusantara). Sementara itu di Jakarta di kalangan cendekiawan muslim di sana dikenal nama Dr. Ahmad Baso sebagai filolog yang dengan sabar memberi pengajaran tentang cara membaca manuskrip Kuno. Masih ada lagi di Jawa Timur di orbit sekitaran Museum Mpu Tantular ada nama Goenawan Sambodo yang juga menggugah orang muda untuk mengenali masa lampau dengan mengajarkan cara membaca bukti-bukti prasasti kuno.

Apa yang dilakukan oleh orang-orang di atas adalah contoh ketulusan dalam mengabdikan diri pada dunia ilmu. Mereka tidak pelit akan ilmu dan ikhlas berbagi pengalaman serta pengetahuan. Dahulu ada cerita setiap orang dengan pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan museum berupaya untuk menyimpan ilmu untuk dirinya sendiri. Muncul dugaan, sikap ini dilakukan agar muncul ketergantungan atau bahkan agar lembaga membutuhkan yang bersangkutan di waktu-waktu yang akan datang. Sikap ini jikalau benar sungguh amat memprihatinkan dan seyogyanya setiap orang harus memiliki komitmen lembaga yang kuat terutama dalam rangka kepentingan pelestarian koleksi jangka panjang. Pelestarian budaya dahulu bukankah berlangsung dengan cara pewarisan tradisi dari generasi ke generasi dan disempurnakan dengan inovasi tiada henti. Penanaman moralitas ini sangat penting untuk ditekankan terutama pemahaman tentang konsep regenerasi yang berdasarkan pada nilai-nilai penghormatan, penghargaan dan nilai kesuritauladanan dari generasi ke generasi. (MDS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *