MATA UANG KAMPUA / BIDA

Pernahkan anda menlihat uang selain uang logam dan kertas?

Sudah pernahkah anda berkunjung ke Museum Mpu Tantular?

Museum Mpu Tantular merupakan salah satu Museum Provinsi yang memamerkan berbagai macam jenis koleksi Numismatik (mata uang). Namun dari koleksi mata uang yang dipamerkan ada satu mata uang yang menarik perhatian karena bahan yang dipergunakan bukan bahan logam ataupun kertas, melainkan bahan kain tenun. Mata Uang ini biasanya disebut uang Kampua atau Bida yang berasal dari Buton Sulawesi Tenggara.  Uang Kampua atau Bida menjadi  satu-satunya jenis uang terbuat dari kain tenun yang beredar di Indonesia antara tahun 1622 – tahun 1870.

Keistimewaan uang ini dibuat dari benang katun yang ditenun sehingga menghasilkan kain tenun yang berbentuk sapu tangan dan warna pada umumnya biru tetapi ada juga yang berwarna merah. Uang Kampua ini terdiri dari dua sisi yakni muka dan belakang. Benang yang ditenun berwarna putih dan merah dengan motif kotak-kotak. Uang Kampua / Bida ini pertama kali diperkenalkan oleh Bulawambona yaitu Ratu kerajaan Buton ke-2 yang memerintah sekitar abad XIV sebelum Kerajaan Buton menjadi Kesultanan.

Kain tenun sebagai bahan uang Kampua tersebut tidak dibuat oleh suatu perusahaan tenun ataupun masyarakat melainkan pembuatan dilakukan di dalam istana dan dikerjakan khusus oleh putri putri raja dibawah pengawasan Menteri Besar. Proses Pembuatan dan peredaran Kampua, mandat sepenuhnya diserahkan kepada Menteri Besar atau yang disebut  “Bonto Ogena”. Dialah yang akan melakukan pengawasan serta pencatatan atas setiap lembar kain Kampua, baik yang telah selesai ditenun maupun yang sudah dipotong-potong. Pengawasan oleh Bonto Ogena juga diperlukan agar tidak timbul pemalsuan-pemalsuan, sehingga hampir setiap tahunnya motif dan corak Kampua akan selalu di ubah. Uang yang sudah tidak berlaku ditarik dari peredaran kemudian dimusnahkan dan diganti dengan uang yang baru. Walaupun uang ini terbuat dari kain tenun, akan tetapi masyarakat tidak ada yang berani memalsukan, karena barang siapa yang berani memalsukan uang tersebut akan dihukum mati.

Uang Kampua atau Bida memegang peranan penting sebagai alat pembayaran pada waktu itu. Hal ini terbukti dengan tersebarnya uang Kampua sampai ke luar Buton yaitu sampai ke Sulawesi Selatan dan Maluku sampai akhir abad ke 19, tepatnya setelah Belanda masuk Buton sekitar tahun 1851 dimana fungsi uang Kampua lambat laun mulai digantikan dengan uang Belanda.

Pada jaman dulu satu lembar (Bida) uang Kampua senilai dengan satu butir telur. Nilai Tukar 40 lembar Kampua sama dengan 10 sen atau setiap 4 lembar Kampua hanya mempunyai nilai sebesar 1 sen. Pada masa itu VOC sudah menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Jadi ada kemungkinan bahwa uang Kampua dibawa dan disebarkan oleh pedagang VOC, sedangkan bagi masyarakat Buton sendiri ada semacam kepercayaan bahwa barang siapa membawa uang ini naik perahu mereka akan tenggelam. Sampai tahun 1940 uang Kampua atau Bida tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan Buton. Lambat laun Fungsi dari mata uang kampua berubah yang pada awalnya sebagai alat tukar berubah sebagai kenang-kenangan atau Souvenir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *